Telat Minum Obat, Mulut Gadis Ini Terkunci

Catur Wulandari (25), seorang mahasiswi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) asal Dusun Sambirejo, Kecamatan Kota, Kabupaten Trenggalek terserang penyakit myasthenia gravis. Penyakit ini tergolong langka yang menyerang otot dan syaraf, serta mengakibatkan kelumpuhan.

Catur Wulandari kini tergolek lemah di ruang Seruni RSUD dr Soedomo Trenggalek, dengan tubuh kurus kering seberat 29 kilogram. Padahal dengan tinggi 170 cm, berat idealnya 60 kilogram. Meski dengan suara sangat lirih, namun Catur masih bisa bercerita mengenai penyakitnya.

Menurut putri keempat pasangan Saijo (62) dan Untari (57) ini, sakitnya terjadi sejak tahun 2007 silam. Saat itu, dirinya duduk di semester 6 sedang praktik mengajar (PPL) di SMAN 1 Situbondo. Awalnya, Catur mengeluh matanya yang mulai kabur. Sakit itu menjalar ke kakinya dan membuat tidak bisa berjalan. Dan lama kelamaan Catur lumpuh total.

Akibat sakit ini, Catur dibawa ke RSU Dr Soetomo Surabaya dan didiagnosis terkena myasthenia gravis. “Awalnya hanya mata yang susah digerakkan, lalu menjalar ke seluruh tubuh dan menjadi lumpuh total,” ceritanya.

Sementara Saijo mengatakan, Catur sempat dirawat di RSU Dr Soetomo selama 15 hari. Namun lantaran kehabisan biaya, anak bungsunya itu dibawa kembali ke Trenggalek. Kini Catur dirawat dengan fasilitas Jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat). Selama sakit ini, Catur harus minum obat tepat waktu. Jika telat atau kelupaan, mulutnya tidak bisa dibuka sama sekali alias terkunci.

Untuk makan selama ini Catur hanya mengonsumsi tahu mentah dihaluskan, tajin (air rebusan beras) dan air putih. Itu pun dengan perjuangan yang sangat luar biasa. Sebab syaraf telannya terasa nyeri, setiap kali menelan makanan atau minum.

Saijo menambahkan, dirinya sangat berharap anaknya bisa disembuhkan. Sebab Catur anak yang cukup pandai dan berprestasi sejak masih SMA. Saat masuk ke Unesa tahun 2004 silam, Catur lolos melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan). Selama mengenyam pendidikan di Unesa, Catur pun mendapat beasiswa prestasi lantaran selalu menduduki jajaran peringkat terbaik di angkatannya. Di luar bidang akademik, Catur selama kuliah tercatat sebagai salah satu atlet pencak silat Perisai Diri. “Semoga dia lekas sembuh dan bisa mengejar cita-citanya lagi,” harapnya.

Dokter Gatot Subroto, dokter syaraf yang menangani Catur menjelaskan, myasthenia gravis merupakan penyakit langka. Penyakit ini biasanya menyerang 1 di antara 100.000 orang, dan kebanyakan menyerang kaum wanita. Penyakit ini melumpuhkan neuromuscular yang memproduksi acethylcholin atau zat yang menggerakkan otot. Akibatnya tubuh pasien tak bisa digerakkan. Untuk mengatasinya, pasien harus mengonsumsi obat mestinon seumur hidup. Obat ini tergolong mahal, berkisar Rp 6.000 per butirnya.

Gejala awalnya atau stadim I, biasanya salah satu kelopak mata susah digerakkan. Pada stadium II, kedua kelopak mata sama-sama susah digerakkan. Stadium III, otot-otot tubuh lainnya mulai diserang. Sampai pada stadium IV, korban sudah lumpuh total. Pada kondisi ini kemungkinan pasien dapat terserang di bagian otot-otot pernafasan dan mengalami gagal nafas yang berujung pada kematian. “Catur sudah masuk pada stadium IV, dan dari rekam mediknya dia sudah pernah gagal nafas,” terang Gatot.

Masih menurut Gatot, untuk memulihkan kesehatan Catur, tim dokter saat ini fokus untuk meningkatkan gizinya. Sebab penderita myasthenia gravis mempunyai metabolisme tinggi sehingga makanan cepat dibakar dan tidak disimpan dalam tubuh. Jika beratnya sudah mencapai angka ideal, pasien akan dilanjutkan dengan terapi syaraf dan otot.
____
Arsip Media
TribunNews